Social Icons

Slider

Andai Politik Bisa Bicara,"Apa Salahku? "

"Kita tak akan mencintai sesuau kalau kita tak tau alasan untuk mencintainya. Dan alasan itulah yang disebut ilmu. Nabi saja diperintah Allah untuk meminta ilmu,'Qul Rabbi Zidni 'ilma (Katakan : Ya Tuhanku, tambahkanlah untukku ilmu~Q.S Thaha :114) ~bukan meminta tambahan harta, atau lainnya. Cukup Ilmu dan dunia akan mengikuti.."

Mempercepat Pencapaian Hidup (Hikmah Mengendarai Motor) :D

“Hidup itu harusnya seperti ini.. ketika kita andaikan tempat tujuan adalah tujuan hidup kita, motor di depan yang kita ikuti adalah target yang harus kita kejar untuk bisa sampai ke tujuan kita.. Harusnya kita mempunya target yang jelas agar kita bisa terus bergerak untuk mengejarnya.. bahkan tanpa kita sadari kita akan berusaha menambah kecepatan kita saat target itu belum tercapai dalam waktu yang kita tentukan..”

Menanti Adzan, bukan Menanti Sholat

"Bukan masalah sholat berjama'ah atau ngga aja, tapi seberapa besar ikhtiar kita untuk bisa sholat di awal waktu, apalagi kalo kita menunda sholat hanya karena keinginan duniawi.."

“Dan kemanapun berlari amanah itu tak akan pernah musnah selama kau hidup..”

Aku merasa diriku belum pantas dan tak tau kapan akan pantas.. Aku merasa amanah ini terlalu berat untukku.. Bukankah ada yang lain yang lebih baik? Aku merasa kurang dengan ilmuku, dengan ibadahku, dengan kapasitasku.. Aku mengajukan calon lain.. tapi beliau bilang amanah tak salah memilih..

Bermanfaat dengan Berorganisasi : Berorganisasi itu Bermanfaat ^^

Betapa pentingnya kita sebagai pemuda mengisi masa muda kita dengan hal-hal yang bermanfaat. Sekecil apapun itu karena tak ada kebaikan yang sia-sia, percayalah.. Dia Yang Maha Melihat selalu mengawasi kita..^_^

Rabu, 22 Oktober 2014

“BELAJAR KEHIDUPAN MELALUI FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA”

Tak seperti hari sebelum-sebelumnya, hari ini, Rabu, 15 Oktober 2014 ada yang berbeda dengan kelas Filsafat Pendidikan Matematika. Kelas ini dimulai pukul 07.00, namun seperti kebiasaan mahasiswa pada umumnya, sukanya berangkat mepet. Sayapun seperti itu. Teguran karena kurang menghargai waktu kudapatkan pagi ini.
Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 06.50, masih 10 menit. Bergegas saya berangkat ke kampus, menuju D07.310, Kelas Filsafat Pendidikan Matematika. Jarak kos yang dekat denga kampus ternyata tak cukup membuatku sampai tepat waktu. Pada akhirnya saya sampai pukul 07.05 dan ku lihat Prof.Dr. Marsigit, M.A, dosenku, telah duduk di dekat pintu. Saya panik, karena setiap awal perkuliahan kelas ini selalu dimulai dengan kuis. Kukira mereka telah memulai. Saya pun memutuskan mengetuk dan langsung masuk kelas setelah menundukkan kepala sebagai rasa penyesalan. Tak disangka Beliau berkata,”Eh, ngga sopan, asal nyelonong.” Kalau bisa diungkapkan dengan kata – kata itu,”Sakitnya disini” sambil nunjuk ke hati. Sudah-sudah, sebagai mahasiswa yang baik itu harus berprasangka positif dengan dosen. Namanya yang dicari itu keberkahan ilmu maka harus cari ridho dosen dulu. Ini juga sebagai pelajaran. Dan, ternyata beliau menyuruh saya tanda tangan terlebih dahulu sebelum duduk. Kemudian satu persatu anak juga masih ada yang datang terlambat, sampai Beliau menutup akses masuk dengan duduk membelakangi pintu masuk, Dan ternyata masih ada empat mahasiswa yang datang, akhirnya diperbolehkan masuk namun di presensi tetap ditulis tidak hadir.
Selanjutnya, kuis yang ditunggu pun tiba. Kami diberikan lima puluh soal. Namun, mayoritas mendapatkan nilai 0. Saya sendiri hanya bisa menjawab satu. Mungkin ini menjadi pukulan tersendiri bagi Pak Marsigit dengan bandelnya kami sebagai mahasiswa, sudah disarankan untuk membaca tulisan di blog beliau namun masih saja malas. Beliau kembali menegaskan bahwa takkan menarik jika beliau mengajarkan filsafat dengan metode ceramah, maka baca, baca, dan baca blog beliau. Kalau disuruh baca saja malas bagaimana kita bisa paham? Semoga ini menjadi teguran bagi kami.
Selanjutnya Pak Marsigit meminta kami untuk menuliskan minimal satu soal, boleh mengenai postingan di blog maupun pertanyaan kusi tadi.
Pertanyaan pertama,”Mengapa ada itu ada?”
Pertanyaan ini langsung disanggah beliau, karena jelas ada itu ada. Sesuatu yang ada itu bisa dilihat, didengar, dan diberikan tindakan lainnya. Seharusnya pertanyaannya adalah,”Mengapa tidak ada itu ada?”. Kemudian Pak Marsigit bercerita bahwa beberapa hari yang lalu beliau di undang untuk ke rumah adik beliau karena disana ada tukang pijit. Tertarik dengan tawaran itu Pak Marsigit bersedia datang setelah mengajar, namun karena kecapaian beliau ingin pulang dahulu dan mengajak istri. Pak Marsigit pun menyanggupi setelah maghrib. Ternyata ketika mengajak istrinya, di rumah tetangga akan diadakan yasinan. Akhirnya istri beliau izin untuk tidak mengikuti karena akan menemani Bapak Marsigit ke rumah adiknya. Dan ternyata karena Pak Marsigit kecapaian dan berpikir kalau ke rumah adik hanya sekedar pijit, maka pulang ke rumah akan capek lagi. Sehingga beliau memutuskan untuk membatalkan keberangkatannya ke rumah adik. Di sisi lain, sang istri yang telah izin dari acara yasinan juga banyak tugas di rumah. Pada akhirnya, Pak Marsigit dan sang istri TIDAK ADA di rumah adik beliau, namun mereka ADA di rumah dengan aktivitasnya masing-masing. Itulah yang disebut TIDAK ADA TAPI ADA. Contoh lain, mengikuti kuliah. Ada orang yang mengikuti kuliah, FISIKNYA ADA tapi JIWANYA TIDAK ADA, pikirannya kemana-mana. Contoh lainnya, di dalam mimpi kita makan mie ayam, setelah bangun ternyata itu hanya mimpi. TIDAK ADA tapi ADA.
Pertanyaan kedua,”Apakah kita bisa memahami keinginan orang lain?”
“Pikiran kita saja, kadang kita tak bisa pahami. Tapi memang ketika dengan orang lain yang kita lakukan adalah bagaimana mengerti keinginan mereka. Tapi jika dengan diri sendiri maka bagaimana kita dapat menjelaskan keinginan kita kepada orang lain?”
Pertanyaan ketiga,”Bagaimana mempelajari filsafat?”
“Semua sudah ada di blog. Anda tinggal membaca saja malas. Pertanyaan ini tidak gentle, karena belum mebaca.”
Pertanyaan keempat,”Bagaimana inovasi dalam pembelajaran?”
“Apa yang tepat dalam satu waktu tepat, belum tentu tepat pada waktu lainnya. Kelemahan saya adalah saya bersikap determinenis kepada saudara, maka imbangi dengan blog. Kalau saya menguasai 80, kalian 0. Saya 100, kalian 0. Saya 800, kalian 0. Ya tidak akan nyambung kalau ngobrol begini.”
Kemudian beliau menjelaskan bahwa kedatangan kita kesini adalah untuk mengumpulkan antitesis kemudian menyusun sintesis. Dalam belajar filsafat itu tergantung diri sendiri.
Pertanyaan kelima,”Apa yang dimaksud idealis di dalam diri dan realistis di luar diri?”
Pak Marsigit menunjukkan beliau memiliki polpen kepada kami. Polpen itu berwarna hitam. Kemudian beliau memasukkan polpen itu ke dalam buku dan bertanya,”Apa warna polpen Pak Marsigit?” Dan bertanya kepada beberapa mahasiswa. Mereka menjawab hitam. Kemudian polpen dipindahkan ke dalam saku dan bertanya lagi kepada beberapa mahasiswa. Mereka masih sama, menjawab polpen berwarna hitam Pak Marsigit menjelaskan bahwa walaupun pulpen tersebut sudah tidak ada tapi ia tetap ada di pikiran kami, sehingga kami bisa mengetahu warnanya. Nah, apa yang ada di dalam diri itu disebut Idealis (dibawa oleh Plato) dan apa yang ada di luar diri atau lingkungan adalag realistis (dibawa aristoteles).
Pertanyaan keenam,”Apa hakikat menjadi guru matematika yang baik?”
“Saya bertanya dahulu,’Karakter itu bergerak atau tidak?’ Jika ia tak bergerak maka jika sekarang baik, besok baik, ia stabil. Tapi jika misal hari ini engkau memakai baju kuning dan dibilang bagus, maka besok saat engkau memakai hijau sudah tak bagus lagi. Sesungguhnya menjadi guru yang baik ialah guru yang mempromosikan kebaikan. Dia menjadi pengada dan mengada. Guru yang baik itu legal formal, ikhtiar, ada hasil. Dia akan selalu mengadakan penelitian untuk kebaikannya.”
“Dalam filsafat , karena 2 yang pertama beda dengan 2 yang kedua. 2 yang disebutkan di awal berbeda dengan 2 yang disebutkan kemudian. Di dunia aku tak bisa berkata bahwa diriku = diriku, karena diriku yang kusebutkan di awal berbeda dengan diriku yang kusebutkan kemudian. Maka tiadalah orang = dirinya. Sama halnya dengan matematika murni, itu hanya ada di dalam alam pikiran. Ketika turun di bumi sudah menjadi salah, kerena ia sensitif terhadap ruang dan waktu.”
“Dalam matematika kita mengenal kontradiksi. Di filsafat juga demikian, namun berbeda. Misalnya, jilbab tidak akan menjadi kuning. Kuning hanya menjadi sifat, karena jilbab punya sifat lain. Hidup itu lomba diksi secara filsafat. Hanya Tuhan yang mampu sama dengan namaNya.”
“Kita makhluk Tuhan yang diciptakan secara sempurna dalam ketidaksempurnaan. Tapi itulah kesempurnaan kita. Kita bisa melihat depan wajah kita tapi kita tak bisa melihat belakang wajah kita. Saat kita berada di rumah, kita hanya bisa melihat suasana di rumah. Jika kita tak terbatas dan bisa melihat kemana-mana, maka akan kacau. Kita berbicara pun, itu adalah keterbatasan. Ada banyak kata yang punya hak yang sama untuk keluar, tapi kita berbicara itu secara linier, Kalau kita mengeluarkan semua kata secara bersamaan maka takkan ada yang paham tentang apa yang kita bicarakan.”
“Ayam itu dewanya cacing, ayam bisa menggali tanah, cacing juga bisa. Bedanya ayam bisa terbang tapi cacing tidak. Dewa adalah kesadaran akan dimensi, Aku adalah dewa dari diriku yang nanti dan jaksa dari diriku yang tadi.”

Oleh Ika Dewi Fitria Maharani (11301241009) 
Ditulis berdasarkan inspirasi kuliah Filsafat Matematika bersana Prof. Dr. Marsigit, M.A di D07.310 pada hari Rabu, 15 Oktober 2014.






Rabu, 23 April 2014

Andai Politik Bisa Bicara,"Apa Salahku? "


"Apa yang kau ketahui tentang Politik? "

Ternyata dari hasil survey penulis di dapatkan beberapa jawaban, dan hasilnyaa...








Nah.. nah.. Coba kalai si Politik itu bisa baca komentar-komentar di atas, pasti udah nangis gulung-gulung dia :D kasihan ya!

Jadi,
Sebenarnya apa sih politik itu kawan?Kenapa dia disalah-salahkan?Apa politik itu identik dengan hal negatif?
Jika politik itu negatif, kenapa ia diciptakan?

Bingung??
Yuk kita kenalan dengan si Politik lebih dekat..
Tak kenal maka kenalan, kenalan biar paham ~:D

Kamis, 27 Februari 2014

ETHNOMATHEMATICS : INOVASI DUNIA PENDIDIKAN MATEMATIA BERBASIS BUDAYA

ETHNOMATHEMATICS : INOVASI DUNIA PENDIDIKAN MATEMATIA BERBASIS BUDAYA
oleh : Ika Dewi Fitria Maharani (11301241009)
dalam perkuliahan Ethnomathematics yang diampu oleh Prof.Dr.Marsigit, M.A
Kamis, 20 Februari 2014

· #Dalam menggunakan ethnomathematics dibutuhkan kemampuan dalam logika matematika sebagai syaratnya.

·  #Kita sering melakukan refleksi diri, misalnya kita berbicara pada diri kita. Refleksi diri ada 3 macam yaitu short term, medium term, atau long term.
Short term adalah rutinitas yang kita lakukan, contohnya bangun tidur, sholat shubuh, kuliah dan seterusnya sampai kita tidur kembali.
Medium term contohnya kita sebagai seorang mahasiswa yang keadaan ini tidak semua orang bisa merasakannya.

· #Terdapat yang namanya gradasi dalam kehidupan, seperti dari sederhana ke kompleks, lembut ke kasar, abstrak ke konkrit, panjang ke pendek dan lain lain.
Contoh sesuatu yang menimpa diri kita yang sangat lembut, misalnya kita mengingat sesuatu yang tidak disadari atau bisa disebut teringat, karena ingatan kita sebagai dasar kegiatan kita selanjutnya. Hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk Tuhan lainnya. Manusia memiliki kemampuan menulis, merekam dan sebagainya sebagai sebuah sarana.

·   #Seperti Ethnomathematics yang walaupun hanya kita pelajari di semester 6 namun secara informal kita akan terus mempelajarinya seumur hidup kita.

·  #Rasa percaya diri seseorang itu dipengaruhi oleh pemikiran dan logika yang menempati separuh kegiatannya serta pengalaman sebagai separuh kegiatan lainnya.

· #Sekarang jelaslah bahwa ethomathematis memiliki kontribusi utama pada bidang pendidikan setelah kita mengetahui karakteristik, background, alasan, pangkal persoalan dalam mencari kejelasan tentang apa itu ethnomathematics.

·  #Ethnomathematics dibutuhkan sebagi inovasi dalam pendidikan matematika karena pendidikan matematika tanpa inovasitu tidak berarti.

Kamis, 20 Februari 2014

Mengenal lebih dekat Ethnomathematics

Mengenal lebih dekat Ethnomathematics
Oleh : Ika Dewi Fitria Maharani (11301241009)

Kamis, 13 Februari 2014
Suasana kelas yang bertempat di D01.303 terasa lengang. Siang ini kami menunggu Dosen spesial yang pernah mengajar kami di semester dua pada mata kuliah Bahasa Inggris. Beliau adalah Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Beberapa menit kemudian, akhirnya Beliau tiba. Kami segera memposisikan diri untuk  duduk pada kursi masing-masing. Beliau meminta kami untuk merekam materi yang beliau sampaikan, kenapa? Karena menurut beliau kami harus menulis dengan cerdas. Menulis cerdas  itu menulis tanpa mengganggu jalan pikiran. Cerdas, tulisan tetap bermakna. Tapi biasanya ketika sedang mendengar, seseorang tidak bisa menulis dengan cerdas. Artinya sekarang waktunya berpikir atau memikirkannya. Mendengarkan beliau bercerita.